Sadness Part 4

Standard

Author : Nisa Ayu Thayalisha Hadi (Nam Hyen Hyo)

Cast :

Cho Kyuhyun

Nam Hyen Hyo

Jang Hye Ri

Lee Jonghyun (CN BLUE)

Title : Sadness Part 4

Length : on going~

Genre : Romance, Angst

Rating : PG-13

Disclaimer : The casts are belong to God, and this Fan Fiction is belong to me kekekeke~ i own this plot ok?

Note : This is pure my imagination.

Credit Poster : cutepixie@darkreflection.so-pink.org

===============================================================

 

Preview

Demi kebesaran namamu Tuhan, aku mematenkan bahwa kau telah berhasil membuatku merasa bahwa akulah satu-satunya orang yang paling beruntung di dunia ini dan juga satu-satunya orang yang paling terpuruk di dunia ini. Demi Tuhan.

“Kalian berdua ini kenapa sih? Masih pagi sudah bertengkar terus. Hyen-ah, kau kenapa daritadi tertawa terus huh?” tanya Kyuhyun.

“Hye Ri, dia mengira kau hilang karna saat dia bangun tadi, kau tidak ada di sampingnya hahahaha”

“Aigooo… mianhae Hye Ri-ah, aku memang pergi diam-diam tadi malam. Kau tau sendiri bagaimana perasaanku malam itu saat aku dengan sangat tiba-tiba ditempatkan untuk tidur bersamamu. Bukan istriku. Tentunya aku sangat kehilangan dan merindukannya, maka dari itu aku langsung pindah ke kamar Hyen Hyo. Neo Gwaenchana?”

“Hati-hati oppa! Kau harus kembali nanti sore! Istrimu pasti menunggu!”

Siapa yang dia maksud dengan ‘istrimu’? tanyaku dalam hati.

“Hah. Ini benar-benar pertanyaan bodoh!”

“Memangnya pertanyaan apa?”

“Lupakan!”

Ini masih pagi Tuhan, tapi kau sudah membuat lubang lagi di hatiku dengan sebuah pernyataan yang terlontar secara tidak sengaja dari mulut seorang gadis polos yang tidak menyadari perbuatannya. Terima kasih.

==========================================================

“Yeobosaeyo?” aku mengangkat panggilan masuk dari ponselku. Dari nomor tidak dikenal. Kataku dalam hati.

“Yeobosaeyo. Benarkah ini dengan Nam Hyen Hyo?”

“Ne, Nugusaeyo?”

“Aaaah Hyen-ah… ini aku Choi Rie Chan, ya! Apa kabar? Aku hanya ingin memberitahumu, tapi sebelumnya aku minta maaf karna ini mendadak. Aku dan yang lainnya merencakan untuk kumpul-kumpul sekalian reuni SMA kita! Kau bisa datang? Ayo laaah. Kita sudah tidak bertemu hampir 15 tahun! Uri neun bogoshippoyo!”

“Choi Rie Chan?” aku berusaha untuk mengingat. Ingatanku akan masa SMA ku memang kurang bagus, aku sudah hampir melupakannya dan tidak akan mengingatnya lagi jika orang ini tidak menelfonku.

“Ne, kau mengingatku bukan?”

“Hm… AH! kau Choi Rie Chan yang pintar bermain biola itu bukan?!” sahutku dengan nada gembira karna sudah berhasil mengingatnya.

“Akhirnya kau mengingatku, bagaimana? Kau bisa datang bukan?”

“Pasti! Dimana? Aku akan segera kesana sekarang! Beritahu aku alamatnya, lewat pesan saja ya! Aku tunggu! Terima kasih atas informasinya. Annyeong” aku langsung menutup telfonnya dan bersiap-siap untuk mengganti pakaianku selagi aku menunggu pesan yang berisikan alamat tujuanku.

“Hye Ri-ssi” teriakku di ruang tengah, berharap Hye Ri mendengar dan segera menyahuti teriakanku. Tapi tidak ada jawaban. Berkali-kali aku meneriaki namanya tapi tidak pernah sekalipun di jawab.

“Yasudah, lagipula aku akan menemui mereka sebentar saja, jadi sepertinya tidak bilang-bilang ke Hye Ri ataupun Kyuhyun pun tidak apa-apa” gumamku pada diri sendiri.

                                                                        ***

“Hyen-aaaaah” histeris mereka ber5 saat aku baru saja memasuki cafe yang mereka maksud. Aku tersenyum simpul karna masih memutar otak untuk mengingat-ingat mereka ber5 lagi.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Rie Chan sambil menempelkan pipi kiri dan kanannya pada kedua pipiku. “Baik, kau sendiri?”

“Aa, baguslah! Aku selalu baik hahaha. Hey, kau masih ingat kami bukan?” tanya Rie Chan lagi.

“Hm… Ne, kalian Choi Rie Chan, Kang Hyun Ra, Lee Min Jung, Han Gae Ri dan… hmm kau…. ah! kau ini musuh bebuyutan Oh Songsaengnim bukan? Pasti kau Vella Jung!” tebakku penuh keyakinan. Vella ini berasal dari California. Ibunya memang orang Korea, tetapi ayahnya orang California.

“Hahaha bagus-bagus, kau sini duduk!”

Sementara Hyun Ra, Gae Ri, Min Jung dan Vella asik mengobrol sendiri dan bernostalgia dengan masalah-masalah yang pernah mereka hadapi saat menjadi anak SMA, Rie Chan menjadi satu-satunya orang yang mengajakku mengobrol saat ini. Kami duduk agak jauh dari mereka berempat. Kami sama-sama mengobrol, perbedaannya adalah, mereka berempat membahas tentang masa lalu, aku dan Rie Chan membahas tentang kehidupan keluarga masing-masing dari kita berdua.

“Jadi kau sudah menikah?”

“Hm” aku mengangguk sambil menyedot minumanku. “Kau sendiri?” tanyaku.

“Aku baru saja akan menikah bulan depan hehehe. Aku mengajakmu kesini bukan hanya karna ingin bernostalgia, tapi sekalian ingin membawa berita baik untukmu kekeke”

“Berita apa?”

“Kau masih ingat bukan dengan Jae Ro? Cowo tertampan di kelas kita dulu! Kau juga dulu sempat menyukainya bukan? Kita berdua sama-sama pernah menyukainya! Eh ani, kau memang pernah menyukainya, tapi aku masih menyukainya sampai sekarang” jelas Rie Chan. Tapi dari semua yang dia bicarakan, aku belum dapat menangkap titik inti dari pembicaraan ini, tanpa berkata-kata, aku terus mendengarkannya sampai akhirnya aku bisa menangkap apa yang dia maksud dan pertanyaan muncul dibenakku.

“Kau tahu siapa calon suamiku? Dia Shin Jae Ro Hyen-ah….!!! Jae Ro yang akan menjadi suamiku!” seketika Rie Chan menarikku ke dalam pelukannya, aku sempat terbatuk karna belum sepenuhnya menelan minuman yang ada di mulutku. Mataku terbelalak dan pipiku masih mengembung menahan batuk yang akan keluar karna tersedak.

“Aku berpacaran dengannya sejak kami lulus SMA dan sampai sekarang! Dan bulan depan aku akan menikah dengannya Hyen-ah! kau pasti bisa merasakan bagaimana perasaanku sekarang! Kau tau bukan bagaimana aku merasakan kegembiraan yang teramat sangat?!” aku mengangguk di bahu Rie Chan, masih bengong dan berpikir.

“Chukkaeyo” ucapku singkat sambil tersenyum paksa saat Rie Chan melepaskan pelukannya.

“Oh ya, bagaimana dengan suamimu? Siapa dia? Kenapa kau tidak pernah cerita?”

“Hm? Aku tidak tahu nomor ponselmu hehehe”

“Ya! Ceritakan tentang suamimu!”

Suami? Tuhan, aku tidak perlu menceritakan kepada semua orang bahwa aku ini istri tua dan suamiku memiliki dua istri bukan? Tuhan, aku tidak mau reputasiku hancur di depan teman-temanku. Izinkan aku tidak mengakui status Hye Ri sebagai istri kedua Kyuhyun disini Tuhan, ku mohon. Jangan limpahkan dosa padaku.

“Suamiku… namanya Cho Kyuhyun” mataku menerawang kedepan, sikutku bertumpu pada meja bar dan tangan kananku memegang ujung sedotan di minumanku. “Dulu, aku bertemu dengannya saat di perpustakaan kampus. Dia dengan tidak sengaja menabrakku. Karna kita mencari buku yang sama, maka kita duduk dalam satu meja untuk saling bertukar informasi tentang apa yang kita ketahui tentang buku itu. Sejak saat itu, kami sering bertemu di perpustakaan. Sampai suatu hari aku tahu kalau dia adalah seniorku dan namanya adalah Cho Kyuhyun.

“Lepas dari itu, singkat cerita aku berpacaran dengannya, lalu….” aku melepaskan pandanganku dan beralih ke arah Rie Chan dan tersenyum “Ya kau tau sendiri bagaimana orang berpacaran dan keputusan yang akan dia ambil saat kami sudah berpacaran sampai 2 tahun. Kami menikah. Kami menikah sudah 3 tahun. Tapi aku belum mempunyai anak. Huh. Doakan aku supaya cepat mengandung! Aku ingin segera mempunyai anak dengannya!!!!” aku memasang wajah memohon pada Rie Chan. Rie Chan tertawa meremehkan dan memukul bahuku pelan “Memangnya kau tidak pernah berhubungan badan dengannya? Kenapa sampai belum mempunyai anak? Padahal umur pernikahanmu sudah lumayan, 3 tahun. Bukan waktu yang singkat! Eh ngomong-ngomong, sekarang suamimu bekerja sebagai apa?”

“Dia pemilik perusahaan. Perusahaan appanya” jawabku sekenanya.

“Oh… begitu. Apakah dia tampan?”

“Sangat” seruku seolah sangat mengagumi sosok Kyuhyun. Bukan seolah, tapi aku memang sangat mengagumi Kyuhyun. Suamiku.

“Aku jadi penasaran. Saat aku menikah nanti, aku tidak mau tau, pokoknya kau harus datang dan membawa suamimu, oke?!”

“Pasti”

“Ya! Kenapa kalian berdua saja?” teriak Hae Mi dari ujung ruangan. Kami berdua saling berpandangan lalu tersenyum dan memutuskan untuk bergabung kembali dengan mereka berempat dan memulai nostalgia kami saat SMA. Membicarakan masa lalu kadang-kadang membuatku malu. Aku tidak percaya jika dulu aku seperti ini. Sepertinya berbeda sekali dengan sekarang. Aku tersenyum malu sambil menunduk.

                                                                        ***

Aigo, sudah jam 4! Aku sampai lupa waktu!

“Chingu-deul, boleh tidak aku pulang terlebih dahulu? Ini sudah jam 4, aku takut suamiku sudah pulang dan tidak mendapatiku di rumah, aku takut dia marah”

“Sudahlah, disini dulu saja! Masih ada satu tempat lagi yang belum kami datangi! Ayolah Hyen…. kami mohon, tetaplah bersama kami. Sebentar lagi saja. Supaya tidak membuang-buang waktu, lebih baik kita ke butiknya sekarang saja!” ucap Vella sambil berdiri.

“Tapi….”

“Kau kan bisa bilang pada suamimu kalau kau sedang bermain dengan teman SMA-mu, masa sih suamimu tidak mengizinkan?” aku tersenyum kecut dan mendecak. Yasudahlah. Kyuhyun bukan tipe orang yang mudah marah. Pikirku.

                                                                        ***

“Aku ingin pulang” pamitku saat kami berenam sudah selesai berbelanja baju di butik milik Vella. Kau tau? Butik ini sungguh bagus. Indah sekali. Aku tidak menyangka orang yang dulunya sangat benci dengan pelajaran seni dan menjadi musuh bebuyutan Oh Songsaengnim pengajar seni bisa memiliki butik semewah ini dengan rancangan dia sendiri. Nasib seseorang memang tidak bisa di tebak.

“Ini sudah jam 8 Hyen-ah, kau pulang naik apa?” tanya Gae Ri.

“Aku bisa pulang sendiri. Naik taksi Gae Ri-ah”

“Ini sudah malam, lebih baik kau aku antar saja, bagaimana?”

“Boleh”

“Baiklah kalau begitu, teman-teman, sampai jumpa di lain waktu ya! Aku dan Hyen pulang sekarang, annyeong!”

                                                                        ***

“Kau sudah menikah?” tanya Gae Ri di dalam mobil. “Ne, waeyo? Kau sendiri?”

“Aku belum menikah” jawab Gae Ri santai.

“Wae? Kau kan tampan, pasti banyak yang ingin bersamamu” ucapku lembut.

“Aku baru saja patah hati” sahutnya lagi.

“Kenapa? Ceritakan padaku!”

“Aku menyukaimu Hyen-ah, sejak dulu. Tapi ternyata kau sudah menikah. Hah, yasudahlah, tidak apa-apa. Mungkin ini waktuku untuk mulai melupakanmu dan menyingkirkanmu dari otakku dan juga hidupku. Terima kasih ya selama ini sudah menjadi penyemangat hidupku. Kau tau? Saat aku sedang bosan, aku selalu memikirkanmu dan aku tidak akan bosan lagi setelah itu.” Aku memicingkan mataku tidak percaya dengan semua pernyataan yang terlontar dari mulutnya. Tidak mungkin. Ini tidak mungkin. Mana bisa dia menyukai selama itu bahkan saat aku sudah tidak pernah hadir lagi di hidupnya –setelah lulus SMA- dia masih menyukaiku.

“Terima kasih sudah menyukaiku. Tapi maaf, aku sudah memiliki suami” sahutku berusaha untuk tidak menyakiti hatinya.

“Aku tau. Tenang saja, aku tidak apa. Tapi izinkan aku untuk melupakanmu”

“Silahkan. Lupakan saja, dan cari yang baru. Kau tidak bisa terus menerus menyukaiku. Kau akan sakit hati nantinya karna aku sangat mencintai suamiku”

“Aku tau. Ini rumahmu kan? Sudah sampai!” tiba-tiba saja mobilnya berhenti. Dan aku melongok ke kiri, dan dengan sekali lirik saja aku sudah tau kalau ini rumahku. Aku tersenyum pada Gae Ri dan mengucapkan terima kasih atas tumpangan yang sudah diberikannya padaku.

“Oh ya Hyen-ah, salam untuk suamimu ya! Sampai jumpa!” ucapnya dari balik jendela mobilnya yang terbuka. Aku melambaikan tanganku dan membuka gerbang rumahku lalu berjalan masuk dengan langkah gontai. Membuka pintu dengan tidak semangat. Tapi semuanya gelap.

“Annyeong… Hye Ri-ssi!” panggilku karna tidak bisa melihat apapun. Aku melongok keluar, melihat rumah-rumah yang lain, tapi semuanya terang, tidak ada yang segelap rumahku. Apakah Hye Ri pergi meninggalkan rumah jadi tidak ada yang menyalakan lampunya? Pikirku.

Aku berjalan meraba-raba tembok untuk mencapai saklar di dekat lukisan yang berhadapan dengan ruang tamu.

Tanganku sudah mencapai saklar dan hendak menyalakannya, tapi aku dapat merasakan ada tangan lain yang menindih tanganku dan sedetik kemudian lampu ruang tamu menyala. Kyuhyun berdiri di hadapanku. Aku menghembuskan nafas lega. Sebelumnya nafasku sempat tercekat karna sudah berpikir yang tidak-tidak akan ‘tangan’ yang ku maksud. Tetapi saat melihat bahwa Kyuhyun lah yang melakukannya, aku jadi tidak risau lagi.

“Jagi….” aku tersenyum “Kau mengagetkanku! Hahaha” aku tertawa dan memeluknya yang masih berdiri mematung dan menatapku tajam.

Kyuhyun melepaskan tanganku yang melingkar di pinggangnya dengan cepat dan sedikit kasar. Aku menatap matanya tapi dia memalingkan wajahnya. Lidahnya Ia keluarkan untuk menyapu bibir atas dan bawahnya lalu tangannya terangkat dan berkacak pinggang. Ia menatapku. Dahinya mengerut. Matanya menyorot tajam tepat ke manik mataku. Bibirnya sedikit terangkat ke atas. Tersirat aura kebencian dari wajahnya.

“Wae? Kau mau berakting lagi? ah, aku lelah Kyu! Nanti saja beraktingnya!” tiba-tiba aku teringat akan akting Kyuhyun beberapa hari lalu saat di dapur. Dia pura-pura marah padaku padahal dia sama sekali tidak marah.

Aku berjalan melewati Kyuhyun. Baru 2 langkah di belakang Kyuhyun, Ia menahan lenganku. “Darimana?” nadanya terdengar sinis.

“Aku? Aku baru saja bertemu dengan teman-teman SMAku” jawabku enteng.

“Hye Ri bilang kau tidak ada sejak pagi. Dan ini sudah jam 8 malam. Kau sama sekali tidak mengabariku bahwa kau pergi. Kau pergi seharian tanpa pengetahuan suamimu. Ponselmu kau matikan. Aku tidak tahu apa maksudmu sampai me-non-aktifkan ponselmu. Dan tiba-tiba saja kau pulang dengan seorang pria yang tidak ku kenal. Kau tau bagaimana gelisahnya perasaan suami saat menunggu istrinya pulang? Dan saat perasaan lega bercampur senang itu muncul ketika melihatmu turun dari mobil -yang artinya kau sudah pulang- itu muncul, kau membuatku kesal saat aku sadar bahwa kau pulang dengan seorang pria. Bukan wanita. Apakah itu yang kau maksud teman? Pergi seharian dengannya sampai malam dan mungkin sampai membuatmu melupakan keberadaan suamimu?” jelas Kyuhyun panjang lebar dengan nada tinggi dan sinis.

“Bukan begitu maksudmu. Kau salah paham!” aku mencoba untuk meluruskan, tapi Kyuhyun menyanggah. “Kau bilang aku salah paham huh? Berapa tahun kita bersama Hyen-ah? kau selalu bilang padaku jika kau ingin bepergian. Dan baru kali ini kau seperti ini. Aku tidak tahu apa makna dari kata ‘salah paham’mu. Yang aku tahu sekarang secara pasti, kau sudah tidak patuh lagi denganku. Apakah kau akan mulai menjadi istri yang tidak ku kenal huh? Apa kau seperti ini karna aku harus menikah lagi dan menjadikanmu seolah-olah bukan istriku satu-satunya? Ya! Kau memang bukan istriku satu-satunya! Tapi di hatiku, kau tetap istriku satu-satunya Hyen, satu-satunya! Kau bisa menghormati keputusanku? Kau bisa menghargai perasaan yang telah aku berikan kepadamu? Sekali lagi, aku tanya, bisakah kau menghargai dan menghormatiku atas apa yang telah aku berikan dengan sikap layaknya seorang istri yang baik?”

Aku memicingkan mataku. Menatap Kyuhyun tajam. Mataku pedas. Panas. Sebulir air mata jatuh membahasi pipiku. Aku menggigit bibir bawahku untuk menahan derasnya air mata yang hendak jatuh dan keluar. Demi Tuhan Cho Kyuhyun, tidak pernah setitikpun ada niat di hatiku untuk menyakitimu karna kau menikah lagi. ini bukan alasan. Aku selalu menghargai seluruh keputusan keluargamu sekalipun keputusan itu sama saja dengan membunuh diriku sendiri.

“Asal kau tau ya Cho Kyuhyun, aku sama sekali tidak pernah bermaksud seperti ini. Semua ini tidak di sengaja. Semuanya terjadi mendadak dan secara kebetulan. Kau salah paham. Dan satu hal yang perlu kau tahu dan kau camkan dalam hati dan pikiranmu, tidak pernah sedikitpun aku mempunyai niat di dalam hatiku untuk menyakitimu. Aku selalu menghormati dan menghargai atas semua yang telah kau berikan. Aku menghargaimu. Sangat menghargaimu. Aku menghormatimu sebagai seorang suami yang benar-benar baik dalam hidupku. Tapi kau tidak peka. Aku lelah Cho Kyuhyun, aku mohon kau bisa mengizinkanku kembali ke kamarku dan melepas lelah. Selamat malam” aku mencoba untuk menghindari pertengkaran ini. Aku selalu lelah jika sudah bertengkar dengan Kyuhyun. Aku tidak sanggup. Sekalipun itu hanya pertengkaran kecil. Aku terlalu mencintainya dan aku tidak mau ada konflik sedikitpun diantara kita. Aku mencintai Kyuhyun lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Aku bertengkar dengan Kyuhyun, rasanya jauh lebih sakit daripada aku membunuh diriku sendiri.

Sesampainya di kamar, aku melempar tasku asal dan menjatuhkan tubuhku ke atas kasur. Perlahan, air mataku mengalir lagi, semakin lama semakin deras tak terbendung sampai rambut bahkan seprai-ku ikut basah.

Aku memiringkan badanku dan menggigit-gigit ujung jariku menahan teriakan isakan dari mulutku yang hendak keluar. Tuhan, aku tidak kuat. Aku ingin berteriak.

“Suara mobil…” gumamku pelan. Aku langsung menyeka air mataku dan beranjak dari kasur menuju jendela kamar. Ku lihat Hye Ri keluar dari mobil bersama Jong Hyun. Hye Ri masuk ke dalam rumah. Baru saja Jong Hyun hendak kembali masuk ke dalam mobilnya, aku langsung membuka jendela kamarku dan meneriaki namanya “Jong Hyun-ah!” berulang kali. Dia menengok ke arahku dan tersenyum sembari melambaikan tangannya “Mwoya noona?” teriak Jonghyun. Aku memberi isyarat padanya untuk dia menungguku. Dia mengerti dan mengangguk.

Dengan cepat aku menyambar tasku yang tergelatak asal di atas kasur lalu berjalan mengendap keluar rumah agar tidak ketahuan oleh Kyuhyun maupun Hye Ri. Setelah berhasil keluar, aku langsung masuk ke dalam mobil Jong Hyun tanpa menghiraukan pertanyaan dia sama sekali. Setelah Jong Hyun masuk ke dalam mobil, barulah aku menjelaskan semuanya “Aku sedang ada masalah Jjong, bisakah kau ajak aku kemana saja malam ini? Jika kau tidak keberatan tentunya. Dan oh, cepat jalankan mobilmu sebelum yang lain curiga atas ketidak adaannya diriku di dalam rumah” suruhku padanya sambil menepuk pundak Jonghyun.

“Tentu saja aku tidak keberatan noona, kau ingin kemana?” tanyanya.

“Lebih baik sepertinya jika kita ke coffee shop, aku butuh yang hangat-hangat” jawabku sambil masih mengatur nafasku. Ternyata percobaan untuk kabur membuatku membutuhkan lebih banyak oksigen dari biasanya.

Tuhan, kali ini bukan maksudku untuk menjadi pembangkang terhadap suamiku sendiri, tetapi aku hanya butuh ketenangan dalam hidupku yang sudah lama tidak kudapatkan.

                                                                        ***

“Salah paham” jawabku singkat atas pertanyaan Jong Hyun yang menanyakan apa konflik yang sedang terjadi pada diriku. “Dia menuduhku yang tidak-tidak. Dia salah paham. Ah entahlah Jong Hyun-ah, aku lelah. Aku lelah menghadapi semua ini. Kadang aku berpikir, mungkin akan lebih baik hidupku jika dulu aku mengikuti perkataan orang tuaku untuk tidak menikah dengan Kyuhyun. Tapi aku sangat mencintainya. Kau tau bukan bagaimana rasanya mencintai seseorang sampai teramat sangat dan sama sekali tidak rela melepaskannya dalam keadaan apapun?” aku menghela napasku sebentar sebelum melanjutkan pada kalimat berikutnya “Aku lelah harus menangis setiap malam. Adanya Hye Ri di keluargaku masih belum bisa aku terima sepenuhnya. Aku masih belum terbiasa. Kadang aku merasa asing dengan keberadaannya. Apalagi ditambah dengan sikapnya akhir-akhir ini yang sudah mulai memunculkan sikapnya sebagai istri kepada Kyuhyun. Aku lelah menjalankan tugas dari Tuhan untuk hidup di dunia ini Jong Hyun-ah, aku lelah. Aku disini tidak sepenuhnya menyalahkan Hye Ri, bahkan aku sama sekali tidak menyalahkannya. Aku hanya sedang merutuki nasibku yang begitu buruk. Kau bisa merasakannya juga bukan? Aku tau kau bisa mengerti” jelasku panjang lebar sambil mengaduk-ngaduk capuccino-ku yang sudah lagi tidak hangat.

“Aku tidak butuh kau merespon semua masalahku, aku hanya butuh kau mengerti apa yang kumaksud” selaku saat melihat Jonghyun membuka mulutnya yang –mungkin hendak mengeluarkan pendapatnya tentang masalahku. Aku tersenyum dan mengorek tasku mencari ponsel.

“Lihat? Bagaimana Kyuhyun tidak salah paham kalau ternyata ponselku memang mati sedari siang? Hahaha” aku mengutuk ponsel tidak berguna ini dalam hatiku. Aku bersumpah, karna satu benda ini, Kyuhyun jadi salah paham padaku. Sial! Umpatku.

“Noona, apa aku harus mengantarmu ke rumah lagi setelah ini?”

“Andwae!” sergahku cepat sambil melambaikan tanganku di atas meja “Jangan! Kau tinggal dengan orang tuamu?” tanyaku.

“Ani. Aku tinggal sendiri di apartemen”

“Aaah, boleh tidak aku menginap disana untuk malam ini? Hanya untuk malam ini saja Jong Hyun-ah! aku mohon. Kau mengerti aku bukan? Aku butuh ketenangan. Aku butuh menjauh dari semua objek masalahku. Aku butuh menyegarkan pikiranku dan mencoba mencari jalan keluar agar bisa menenangkan Kyuhyun dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya dengan tenang.” Aku memohon. Tanpa babibu, Jong Hyun langsung mengizinkan dan mengajakku agar segera pergi ke apartemennya karna ini sudah hampir jam 11 malam.

“Tidak baik malam-malam kita berdua di luar. Di tempat umum. Aku tidak mau ada kesalahpahaman yang lain datang kehidupmu Noona, kajja!” Jong Hyun menarik pergelangan tanganku menuju mobilnya. Di dalam mobil, suasana hening. Kita berdua berkutat dengan pikirannya masing-masing. Aku memijat-mijat dahiku karna pusing. Pusing memikirkan bagaimana keadaan emosi Kyuhyun saat ini. Apakah dia sudah tidur dan mulai melupakannya perlahan atau dia masih sadar dan memikirkan kejadian barusan tanpa ada pengurangan dari volume amarahnya? Atau mungkin dia sudah tidak marah tapi dia tetap jengkel? Ah! persetan dengan semuanya. Aku lelah Tuhan, aku lelah.

Aku mohon Tuhan, kau bisa mengerti keadaan dan perasaanku kali ini. Jika perlu, kau juga harus mengerti apa keinginanku saat ini.

                                                                        ***

Terik matahari pagi masuk melewati celah jendela. Menyilaukan matanya. Membuat mataku terkesiap dan menghindari pantulan cahaya itu. Aku duduk dengan lemas di atas kasur, dengan mata yang masih terpejam. Lalu aku bangkit berdiri, berjalan terseok-seok menuju pintu kamar sambil terus mengusap tengkukku. Saat aku membuka pintu, aku melihat Jong Hyun tengah duduk sendiri di depan televisi menonton acara anak-anak yang terkenal di seluruh jagat raya. Doraemon. Aku tersenyum sekilas melihat tontonan Jong Hyun. Ternyata anak ini masih punya sisi kekanak-kanakan. Batinku.

“Jong Hyun-ah! kau tidak memiliki persediaan makanan apapun?” tanyaku dari dapur. Setelah beberapa menit mencar-cari bahan makanan di dapur, aku sama sekali tidak menemukan adanya bahan makanan disini. Bahkan kulkas pun kosong. Hanya tersisa 2 botol wine dan beberapa jeruk.

“Ani Noona, aku memang selalu membeli makanan di luar. Mana bisa aku memasak” sahut Jong Hyun, tetap fokus pada televisi di depannya. Aku menghampirinya “Ayo kita keluar. Aku lapar. Aku ingin jajangmyeon” Jong Hyun langsung memencet tombol berwarna merah pada remote televisinya dan bangkit “Kajja!” ajak Jong Hyun dengan segera. Aku mengikuti Jong Hyun dari belakang. Langkahnya menggiring kita untuk sampai ke basement, tempat dimana Ia menaruh mobilnya.

“Kau mau jajangmyeon dimana Noona? Aku tau tempat jajangmyeon yang enak! Itu kedai jajangmyeon favorite-ku! Kau mau kesana? Atau kau sudah memiliki kedai favorite sendiri?” tanya Jong Hyun sambil men-start-er mobilnya. Aku mengangkat bahu dan berkata “Nae molla. Aku biasa makan jajangmyeon di dekat kantor Kyuhyun. Tapi kalau kau punya kedai favorite, sepertinya kita kesana saja. Aku percaya dengan seleramu” jawabku sambil tersenyum. “Oke” sahut Jong Hyun sambil menggerakkan mobilnya keluar dari basement apartemen.

                                                                        ***

“Aigo Jong Hyun-ah! aku lupa membawa dompet dan tasku! Bisa kau bayari dulu? Akan kuganti nanti saat kita sampai, tidak usah khawatir!” jelasku saat menyadari bahwa aku hanya membawa diri saja. “Tenang saja noona, kali ini kau aku traktir hehe” Jong Hyun bergegas menuju ke kasir untuk segera membayarnya. Sambil menunggu Jong Hyun, aku meminum minumanku yang belum sepenuhnya habis. Tiba-tiba lonceng tanda pintu restaurant khusus jajangmyeon ini di buka, berdenging dengan keras. Aku yang duduk berhadapan dengan pintu, tidak perlu repot-repot lagi untuk melihat siapa yang datang. Dengan mata membelalak dan hampir tidak percaya, orang yang kini ada di hadapanku benar-benar nyata. Mataku mengikuti arah tangan sang pria yang sedang merangkul lawan jenisnya. Dan sedetik kemudian, semuanya terasa gelap. Jong Hyun menghalangiku. Dia sudah datang.

“Kau melihat apa noona?” tanya Jong Hyun sambil mengikuti arah pandanganku. Aku segera menggelengkan kepalaku agar Jong Hyun tidak semakin curiga. Dengan tampang bermodalkan senyum tiga jari, sudah membuat Jong Hyun lupa akan kecemasanku barusan. Kami berdua masuk ke dalam mobil untuk kembali ke apartemen.

Jong Hyun mengendari mobil dengan tenang. Sangat tenang. Tapi otakku tidak bisa tenang, beberapa pikiran dan memori masa lalu datang silih berganti dengan cepat dan terus menerus. Tanpa bisa terhenti. Tidak ada yang bisa menghentikannya. Suara-suara orang yang kurindukan terdengar dengan jelas di telingaku seolah mereka sedang berteriak-teriak kecil di telingaku secara berbarengan. Bercanda tawa bersama tanpa mengenal lelah dan waktu.

“Omma! Aku ingin menjadi sepertimu!”

“Appa! Aku ingin bisa mengendarai pesawat agar bisa membawamu dan omma pergi jalan-jalan mengelilingi dunia!”

Tanpa sadar, sebulir air mata jatuh mengalir menelusuri pipiku dan sampai ke telinga. Dengan posisiku yang menyandarkan kepalaku ke kaca mobil, membuat air mataku sebagian menempel pada kaca mobil.

“Omma…” lirihku.

Aku menaikkan kedua kakiku dan menekuknya. Menenggelamkan kepalaku di atas lututku dan memeluk kedua lututku dengan erat “Omma, appa, bogoshippo” bisikku dalam isakan.

“Noona, gwaenchana?” khawatir Jonghyun sambil memegang pundakku dengan lembut “Biarkan saja Jong Hyun-ah, anggap saja tidak ada aku disini. Aku ingin menenangkan isi hati dan pikiranku sejenak. Tolong jangan ganggu aku” jawabku. Nadaku terdengar lirih. Sangat lirih.

Saat melihat wajah mereka berdua yang bagaikan malaikat, satu yang ingin ku lakukan saat itu. Aku ingin berlari dan berhamburan memeluk mereka berdua. Terus memeluknya sampai aku merasa tenang dan damai. Sampai rasa rinduku terbalaskan sepenuhnya. Aku merindukannya Tuhan. Sangat merindukannya. Aku rindu belaian lembut penuh kasih sayang dari umma. Aku rindu suara lembut appa yang dapat menenangkan hati. Aku rindu mereka berdua memarahiku karna aku salah. Dan aku….. aku menyesal telah meninggalkan mereka. Tuhan, seandainya kau memberi aku waktu untuk aku bisa mengulang kembali waktu, aku hanya butuh satu kali kerja pada alat itu. Aku hanya ingin hidupku kembali sebelum aku mengenal Kyuhyun. Bukan karna aku tidak mencintai Kyuhyun atau aku membencinya. Tapi tanpa mengenal Kyuhyun, aku pasti masih bisa bersama mereka berdua. Merasakan hangatnya kasih sayang dari umma dan appa yang sudah lama tidak aku rasakan. Aku kehilangan mereka Tuhan, kembalikan mereka padaku. Aku membutuhkannya. Ku mohon.

Air mataku mengalir semakin deras, membasahi celana kain hitamku. Aku mendongakkan kepalaku dan menyandarkannya pada jok mobil. Rambutku berhamburan ke wajahku dan menempel dengan air mata, membuatku terlihat seperti orang frustasi yang sudah bosan hidup.

“Aaaah! Omma!” teriakku lagi. Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku dan kembali menangis, menangisi kebodohanku. Menangisi pertemuanku dengan Kyuhyun. Menangisi segala perbuatan salah yang pernah aku lakukan pada omma dan appa. Menangisi segalanya.

“Appa…”

“Noona, sudah sampai. Ayo kita turun!” Jong Hyun membukakan pintu mobilku dan menuntunku masuk ke dalam apartemennya.

“Noona, kau butuh teh hangat?” aku tidak menggubris perkataan Jong Hyun barusan. Otakku masih terfokus pada kejadian beberapa menit lalu yang membuatku jadi seperti ini. Gila karna kesalahan. Rindu yang teramat sangat pada dua orang yang telah membesarkanku dengan penuh kesabaran. Di pertemukan namun tidak melakukan kontak. Di pertemukan namun tidak membuatku puas karna bisa membayar rasa rinduku. Semuanya tadi sia-sia. Percuma. Ini hanya menambah daftar masalahku. Lama-lama aku bisa gila Tuhan, aku bisa gila!!!

                                                                        ***

“Noona, neo gwaenchana?”

“Nae gwaenchana Jong Hyun-ah, gomawo. Bisakah kau antarkan aku pulang sekarang? Badanku sakit semua. Aku butuh istirahat di rumah. Mungkin karna aku merindukan Kyuhyun hehe” aku mencoba untuk mencairkan suasana dan membuat dia yakin kalau aku baik-baik saja walaupun di dalam, hatiku tidak sedang baik-baik saja, melainkan sebaliknya. Terlalu banyak masalah yang sedang kupikirkan, dan semuanya mengarah kepada hati dan perasaanku. Membuat seluruh badanku terkulai lemas dan entah ingin melakukan apa lagi setelah ini.

“Gomawo Jong Hyun-ah, maaf sudah merepotkanmu tadi malam! Sampai jumpa!” ucapku sebelum turun dari mobil. Beberapa detik setelah aku turun dari mobil, mobil Jong Hyun pergi dari hadapanku. Bersamaan dengan perginya mobil Jong Hyun, aku berjalan dengan tidak semangat menuju pintu rumah. Bayang-bayang raut wajah umma dan appa tadi pagi masih sangat jelas di ingatanku. Mereka masih sama. Masih sama seperti pertama kali aku bisa melihat mereka dan menyadari bahwa mereka orang tuaku. Saat aku masih balita.

Aku memencet bel rumah dan tidak lama kemudian, pintu pun terbuka. Baru saja aku akan melangkahkan kakiku masuk, tapi Hye Ri menghalangiku. Aku menatapnya dengan malas dan menaikkan alisku. Mengerti dengan kebingunganku, akhirnya Hye Ri angkat bicara. “Unnie, neo eoddiga? Tidak tahu kah kau semalam Kyuhyun oppa tidak ada di rumah? Saat dia menyadari bahwa kau tidak ada di rumah, dia mencarimu! Dia berteriak beberapa kali, mencarimu sampai ke seluruh sudut rumah. Bahkan dia sampai mengecek lemari. Kali-kali kau mengumpat di dalam. Tidak tahu kah engkau bahwa Kyuhyun oppa sangat marah? Dia marah unnie! Dia kesal denganmu! Dia marah!! Bahkan dia sampai memecahkan vas bunga di ruang tamu! Lihat unnie, tanganku sampai diperban seperti ini, karena apa? Karena aku membersihkan beling bekas pecahan vas bunga tadi. Kyuhyun oppa langsung pergi mencarimu, dia belum kembali sampai sekarang. Dia sempat bilang padaku bahwa dia tidak akan pulang sebelum menemukanmu. Kau dimana? Semalaman kau dimana? Apakah kau tidak bisa merasakan kekhawatiran suamimu yang begitu tinggi? Kau benar-benar mencintainya tidak? Kalau kau sangat mencintainya, seharusnya kau bisa merasakan bagaimana Kyuhyun sangat mengkhawatirkanmu. Seharusnya kau berpikir dengan logis bahwa Kyuhyun pasti akan mencarimu. Tapi kau malah menghilang! Kau tidak boleh mendukung egomu unnie, kasian Kyu oppa! Dia sangat mencintaimu!” mendengar penjelasan Hye Ri yang panjang lebar, tanpa sadar, air mataku jatuh membasahi pipiku. Tidak ku sangka bahwa Kyuhyun mengkhawatirkanku sampai seperti itu. Aku tau dia marah padaku, sekalipun nanti Kyuhyun datang dan memarahiku habis-habisan, aku terima Tuhan. Ini semua salahku.

Mungkin benar apa yang dikatakan Hye Ri, jika aku benar-benar mencintai Kyuhyun, seharusnya aku bisa merasakan bagaimana kekhawatiran Kyuhyun tadi malam. Tapi Tuhan, bukan berarti dengan begitu aku tidak mencintai Kyuhyun dengan setulus hatiku. Percayalah, aku sangat mencintai Kyuhyun. Kau bisa membaca isi hatiku bukan?

“Minggir!” aku mendorong pundak Hye Ri dan meraih telefon rumah di dekat ruang tamu. Mengetik nomor ponsel Kyuhyun yang sudah ku hapal hampir 5 tahun belakangan ini.

“Oppa…” isakku.

“Hyen-ah?! Neo eoddiga?! NEO EODDIGA HYEN-AH?! Neo eoddiga?!!! Kau membuatku gila Hyen-ah!” aku membekap mulutku karna air mataku semakin deras mengalir. Sekuat mungkin aku menahan air mataku dan mulai bicara pelan-pelan dengan Kyuhyun “Aku di rumah oppa. Bisakah kau pulang? Kita selesaikan semua ini di rumah. Aku sedang ada masalah” cepat-cepat aku menutup telepon rumah dan masuk ke dalam kamarku. Menenggelamkan kepalaku di kasur. Meredamkan semua jerit tangisku.

Seandainya kau masih mau berbaik hati padaku Tuhan, tolong kirim satu orang sebagai malaikatku. Malaikat penenangku. Aku membutuhkannya.

                                                                        ***

BRAK

Terdengar suara bantingan pintu. Aku yakin itu Kyuhyun. Aku tau Kyuhyun sudah datang. Dan sekali lagi aku mendengar derap langkah yang cepat, semakin lama semakin terdengar jelas. Aku tau Kyuhyun sedang berjalan mendekat. Semakin dekat, semakin dekat dan…. BRAK!

“Hyen-ah!” teriaknya. Aku membangunkan badanku yang sudah benar-benar terkulai lemas. Sebagian rambutku menutupi wajahku. Menempel dengan air mata yang mengalir deras di pipiku. Mataku yang sipit kini sembap dan semakin tidak terlihat. Hidungku yang mancung, memerah. Pipiku pun ikut memerah. Aku menatap Kyuhyun dengan sulit, semuanya buram. Buram karna air mataku yang tidak dapat lagi di bendung. Aku mencoba sekuat mungkin untuk berdiri dan mendekat pada Kyuhyun. Dia berjalan mendekat ke arahku.

Baru saja aku akan berdiri dengan tegak, sebuah tamparan keras mendarat di pipiku dengan sempurna. Aku yakin ini menambah kesempurnaan warna merah di pipiku. Aku hanya meringis kesakitan sekalipun sedih. Baru kali ini aku merasakan bagaimana pedihnya di tampar oleh orang yang sangat aku cintai. Orang yang selama ini sudah aku bela mati-matian di dalam hidupku. Mempertahankannya di tengah larangan orang tuaku.

“Aku tidak tau apa maksudmu pergi tidak izin denganku, pulang dengan lelaki lain dan lalu kabur dari rumah tanpa seizinku lagi. aku tidak tau apa itu karna kau bosan denganku, marah denganku, atau apalah. Tapi satu hal yang harus kau tau Hyen-ah! aku suamimu. 5 tahun aku mengenalmu. 3 tahun aku berstatus sebagai suamimu, tapi baru kali ini aku melihat sikapmu yang seperti ini. Dan satu kata untukmu saat ini atas semua perbuatan yang telah kau lakukan : Benci! Ya, aku benci dengan semua ini Hyen-ah! tidak ada alasan spesifik yang membuatku tidak ragu akan sikapmu! Aku bingung! Aku bingung kenapa kau seperti ini! Jika kau muak padaku, katakan!!! Kau bukan satu-satunya istriku, kau mengerti?! Kau mendengarkan?!”

Air mataku entah kenapa sudah seperti mobil yang remnya blong. Tidak bisa dihentikan. Semuanya mengalir begitu saja dengan deras. Sangat deras. Isakanku semakin kencang. Aku tidak bisa berkata-kata. Sangat sulit. Lidahku kelu. Mulutku bungkam. Aku hanya bisa menunduk kebawah. Menyembunyikan tangisanku dengan bodoh. Menyesali semuanya. Ini hanya salah paham, aku ingin Kyuhyun tau, aku ingin menjelaskan, tapi aku tidak bisa.

Tuhan, beri aku kekuatan.

“Jangan hanya menangis! Aku benci tangisanmu!” ku dengar lagi derap langkah, aku mendongak dan melihat Kyuhyun yang ingin keluar dari kamarku. Dengan seluruh tenaga yang tersisa, aku berjalan dengan terseok-seok untuk meraih Kyuhyun, sampai akhirnya aku bisa meraih ujung bajunya dan memeluk pinggangnya dari belakang. Aku terisak. Aku menyedot cairan yang keluar dari hidungku sebelum mulai bicara. “Cho Kyuhyun, saranghae” ucapku diredam dengan isakan. Tidak jelas. Tapi aku yakin, sangat yakin, Kyuhyun dapat mendengarnya. Dengan jelas.

“Temui aku setelah kau berhenti menangis” Kyuhyun melepaskan pelukanku di sekitar pinggangnya dan pergi. Membiarkan aku yang sudah hilang keseimbangan dan jatuh ke lantai. Terkulai lemas. Tidak berdaya. Hanya bisa bernafas dan menangis.

Tuhan, aku tidak tau semuanya akan menjadi sefatal ini. Aku mohon, lenyapkan semua ini. Jadikanlah ini hanya sebuah mimpi buruk yang pernah ada dalam hidupku. Kembalikan Cho Kyuhyunku.

Tbc—

32 responses »

  1. kalo part ini beneran kerasa sadness,,
    kyu = pecemburu
    di ff lain, pasti kyunya juga pecemburu, emg aslinya gitu? atau emg kyu yg terkesan pnya keevelian tingkat akut ya,, (apasii, ga nyambung deh) lupakan.

    good story . bebskey paling bisa kalo bikin oranglain galau + nangis garagara ceritanya.

  2. yaaa ampun kyuhyun sadar yng kmu tampar itu istrimu ,
    dasar kyuhyun gag mau dengerin dulu penjelasan dr istrinya main marah2 aja
    Sabaaar yaa hyen

  3. ini part yg paling seru dr part sebelumnya.ternyata tisuku bener” berguna#lebay
    tp sumpah demi apapun aku ngeluarin air mata karna baca part ini…daebak nisa

  4. Semua ini gegara ibu ya kyuhyun.
    kyu jga org lemah yg gk bisa membela istri. tau ya hanya salah mengartikan sikap hyen.

Leave a reply to karinput Cancel reply